Sudah 13 tahun saya terbelenggu dengan pekerjaan sebagai accounting & tax yang sering kali menghadapi setumpuk masalah dan hal itu memicu emosional saya.Setumpuk yang saya maksud adalah masalah yang satu belum selesai, datang masalah lain....belum rampung sudah dapat lagi masalah baru.
Sebenarnya saya sadar itu masalah perusahaan dan bukan masalah saya tetapi entah kenapa saya yang merasa berbeban berat dan stress. Kalau sudah stress fisik kena imbas, rungsing,sakit kepala dan maag. Dan pada akhirnya keluarga yang dirugikan, ketika emosi naik rasanya semua salah dimata saya.
Melihat kondisi saya yang seperti itu terus-menerus, mantan pacar yang sekarang menjadi hubby menyarankan agar saya ikut training NLP. Menurutnya itu baik untuk saya karena saya bisa mengatasi diri sendiri, bahkan bisa keluar dari belenggu yang saya alami dengan berganti profesi. Tentu saja saya menolak karena saya tidak tahu apa itu NLP, dan bagaimana mungkin NLP bisa sedemikian dasyatnya.
Setiap kali hubby meminta saya membaca buku-buku yang berkenaan dengan NLP saya cuekin, tetapi suatu hari dia berbicara mengenai anak kami yang paling besar, Dear si anak usia 8,5 tahun yang sedikit berbeda dengan anak lain seusianya, yang menurutnya perlu belajar NLP agar Dear bisa mengubah pola belajarnya, aku mulai tertarik. Mulai muncul pertanyaan dalam hati sebenarnya apa sih yang ada dalam ilmu NLP itu?,bagaimana NLP bisa mengubah pola belajar anak?bagaimana NLP bisa mengajari anakku menghafal?Bagaimana NLP bisa mengatasi emosi anak-anak ?bagaimana NLP bisa membuat seorang anak percaya diri? Dan masih ada seribu satu macam pertanyaan muncul dikepalaku. Walaupun saat itu mulut masih berkata tidak, hati ini mulai goyah dan penasaran.
Singkat cerita, saya mulai membuka diri untuk menerima sedikit informasi mengenai NLP dan konyolnya, ketika disuatu kesempatan saya ngobrol sama si Bos dan beliau menanyakan tentang rencana saya dalam tahun ini saya menjawab akan belajar NLP dan jawaban itu mengalir gitu saja sampai-sampai beliau bingung karena tidak sesuai dengan pekerjaan saya bahkan beliau juga tidak tahu apa itu NLP.
Keiinginan belajar itu makin hari makin jelas, ketika suami dipinjamkan sebuah buku NLP dari seorang kawan yang berjudul NLP in action,saya baru melihat bukunya dan sekilas isi didalamnya , satu kata yang keluar dari mulut saya "busyet..." langsung kebayang dalam pikiran klo kelihatannya asyik juga ya seandainya aku menguasai ilmu ini, banyak hal yang bisa dikendalikan, akhirnya saya mengakui apa yang hubby saya katakan benar.
Sejak saat itu saya mulai mencari tahu training NLP, mulai mendata orang-orang yang punya kompetensi dibidang NLP, yang memiliki pengalaman dan biayanya masuk dalam budget. Setelah mendapatkan data sesuai dengan yang saya inginkan, saya putuskan untuk mengikuti kelas NLP yang diselenggarakan oleh Sinergy Lintas Batas.
Ketika mulai mengikuti kelas hari pertama di sabtu pagi, pak Ronny mengatakan "saya adalah tuan atas pikiran dan emosi saya" saya exited sekali mengikuti ucapannya karena memang itulah goal saya mengikuti kelas NLP. Sesuatu banget deh rasanya melewati hari pertama pelatihan, apalagi dibawakan oleh trainer seperti pak Ronny yang mampu membuat suasana kelas selalu ceria dengan materi yang disampaikannya. Pulang ke rumah dalam kondisi sangat lelah karena selain seharian belajar di kelas,saya juga harus melewati perjalanan selama 90 menit di jalan walaupun sebagai penumpang karena suami saya menjemput. Biasanya dalam kondisi lelah emosi saya mudah terpancing, tetapi ternyata hari itu saya bisa happy dan melihat anak-anak pada konteks yang berbeda... Prilakunya mereka dimata saya sekarang adalah kelucuan mereka. Sungguh luar biasa ternyata bahwa kita mampu menguasai emosi dan menjadi tuan atasnya.
Hari kedua, minggu pagi jam 7 saya sudah sampai di hotel dan siap mengikuti kelas training. Saya berangkat sendiri dengan semangat dan keberanian. Satu persatu keluarga baru saya datang dan kami sempat berfoto-foto sebelum kelas dimulai. Jarang sekali saya temui rasa kekeluargaan dibangun dengan begitu mudah dan begitu cepatnya, dan kami mulai mempraktekkan teknik yang diajarkan pak Ronny dengan pasangan disebelah kami, pasangan yang akan selalu berganti karena setiap selesai break kami diharuskan berpindah tempat duduk. Jam 6.30 kelas NLP diakhiri, kembali saya yakinkan diri sendiri bahwa saya akan baik-baik saja dijalan dan saya melajukan mobil dalam kecepatan sedang masuk tol semanggi menuju tomang. Karena menikmati perjalanan,saya kebablasan melewati garis batas untuk mengambil ke kiri menuju Tomang sementara itu ada dua orang polisi berdiri diujung perbatasan tersebut.
Opss.... Sambil melaju rasa cemas mulai muncul, saya tidak tahu jalan apa yang akan saya lalui, hanya seorang diri. Saya coba menghubungi hubby di rumah, tapi berkali-kali saya telepon berkali-kali juga telepon itu tidak diangkat. Saat panik itu semakin kuat, saya berusaha mengendalikan otak saya untuk berfikir tenang, coba merepresentasikan apa yang ada di jalan itu menjadi sesuatu yang menyenangkan, saya membayangkan jalannya, meminta tangan saya berkoordinasi dengan stir agar mengarah ke jalan yang sesuai, jalan menuju rumah. Saya mulai ambil jalan ke kiri, dan tidak jauh kemudian ada pintu keluar jelambar.... Thanks God, rasa lega sedikit mulai terasa,paling tidak saya tidak nyasar terlalu jauh.
Setelah keluar tol, rasa lega terganggu lagi dengan kemacetan, bajaj yang seenaknya memotong jalan buat saya jengkel. Kembali teknik nlp saya pakai, dengan mapping across,membayangkan rupa bajaj yang menyebalkan menjadi bajaj terbalik dan supirnya ngejengkang... Dan itu sangat menghibur. Akhirnya jalanan ruwet nan macet yang ngeselin itu saya coba submodality dengan sesuatu yang menyenangkan, saya bayangkan saya sedang bermain bumper car di jalan raya, bersama kakak dan adikku. Dan itu mengantarkan saya kembali ke rumah dengan selamat. Dan luar biasanya lagi, setelah saya sampai rumah, melihat hubby yang sebelumnya sudah buat aku panik karena tidak mengangkat telepon, seharusnya saya marah kenyataannya saya malah kangen dan senang. Dan sekali lagi saya mampu menguasai emosi saya.
Hari ketiga dan seterusnya banyak hal-hal luar biasa yang saya alami dan takjub akan perubahan diri saya sendiri,bagaimana sensory acuity bekerja dengan sangat baik bahkan bisa membawa perubahan untuk anak, keluarga dan teman-teman.
Yang juga terkesan bagi saya ketika di hari ke lima saya merasa down, rasa itu terjadi mulai hari ke empat malam, saat saya pulang ke rumah dan anak-anak sudah tidur, membaca communication book mereka dan ternyata anak-anak memiliki PR dan ulangan untuk esok hari, saya belum mengajari mereka, saya tidak menemani mereka belajar di hari itu saya merasa sedih. Dan ketika pagi harinya di hari kelima, saya dibangunkan oleh Dear dan mengatakan dia tidak siap untuk test hari itu, rasanya saya mau menangis karena saya tidak bisa mendampinginya, saya berusaha kuat, saya katakan padanya "sayang, kamu bisa dan kamu mampu... Kamu sudah bisa menunjukkan nilai-nilai yang baik kepada mami maka hari ini juga kamu bisa menghasilkan nilai yang baik untuk ulanganmu hari ini. Saya ambil pin NLP yang saya peroleh ketika memberikan contoh di kelas dan saya berikan pin itu kepada Dear. "Sayang, pin ini mami dapatkan waktu mami bisa jawab pertanyaan bapak guru mami, mami seneng banget karena ini hadiah yang mami dapat dari hasil belajar,klo Dear dapat hadiah karena Dear mendapatkan nilai yang baik apa yang kamu rasakan? Dear menjawab: "seneng banget donk mami" . Oke, kalau gitu pin ini untuk kamu dan ingatlah selalu bahwa untuk mendapatkan hadiah kamu harus memperoleh nilai yang baik dan untuk itu kamu harus rajin belajar. Saat itu juga aku buat anchor untuk Dear melalui pin tersebut. Dan Dear langsung berdiri,dia berjalan menuju meja bukunya dan mengambil buku itu untuk dipelajari.
Walau demikian, hatiku tetap terasa sedih, berat rasanya langkah hari itu karena ada dua perasaan yang campur baur ga karuan, dibalik rasa bahagia karena aku dapat ilmu baru lagi, ada perasaan sedih karena harus meninggalkan anak-anak dan membiarkan mereka belajar sendiri, pulang sekolah bukan dengan maminya, makan siang tanpa maminya dan tidak ada kesempatan bermain dan curhat sama maminya.Ketika sesi hari kelima berakhir, saya datang kepada guru saya dan minta tolong untuk dibuang rasa sedih saya karena saya berfikir kalau seperti ini saya tidak bisa melanjutkan hari berikutnya. Mungkin bisa dengan visual squash techniques. Tetapi apa kata beliau? Chika, tidak ada yang perlu dikalahkan... Adalah bagus kamu merasa sedih saat kamu meninggalkan anak-anakmu itu tandanya kamu sayang kepada mereka. Sekarang kamu pikirkan 1001 alasan mengapa kamu berada disini untuk belajar. Bukankah untuk kebaikannya? Beliau mengumpamakan jika anak sakit dan harus minum obat sementara anak itu tidak mau, apakah kita tega untuk tetap memaksanya minum obat? Dan saya dapat pencerahan atas kata-kata beliau, saya pulang dan sepanjang jalan memikirkan alasan-alasan apa yang membawa saya sampai ke kelas training NLP tidak lain dan tidak bukan untuk anak-anak saya, saya belajar memahami kharakter mereka dengan memposisikan diri sebagai mereka, saya mengatasi emosi saya, saya belajar membuang old belief mengenai pola mengasuh anak yang otoriter dan menggantikan new belief yang lebih baik dengan pola mengasuh anak yang komunikatif, dan masih banyak alasan lain sehingga memantapkan saya kembali melangkah di hari ke enam dan juga hari ini.
Jika saya yang awalnya menolak untuk belajar mampu belajar dan berubah untuk hidup yang lebih baik, bahkan juga berpengaruh kepada keluarga dan orang - orang disekitar kita, bisa dipastikan bahwa orang lainpun bisa termasuk juga anda.